Laman

Kamis, 06 Desember 2012

Fenomena Kowak-malam Abu di KBS


Fenomena Kowak-malam Abu di KBS


 Kowak-malam Abu atau Kowak-malam Kelabu (Nycticorax nycticorax adalah sejenis burung cangak malam dari keluarga Ardeidae. Dinamai kowak karena burung ini kerap mengeluarkan suara serak dan keras wak.. ... kwak..! berulang-ulang sambil terbang di malam hari. Burung ini juga disebut sebagai kowak maling.

Nama ilmiahnya Nycticorax nycticorax (L.), yang berarti 'gagak malam', karena suara seraknya mirip dengan panggilan gagak (Gr.: nyctus malam, corax gagak). Sementara dalam bahasa Inggris burung ini disebut Black-crowned Night-heron. Status konservasi : Risiko Rendah



 

 

 

                                                                  Kowak maling di atas tajuk sebatang pohon

 Burung cangak yang berukuran sedang, kowak-malam abu dewasa mencapai ukuran 64 cm dan berat 800 g. Berkepala besar dan bertubuh kekar.

Kowak maling yang masih muda
Burung dewasa memiliki mahkota yang berwarna hitam kebiruan, leher dan dada berwarna putih, punggung dan mantel hitam berkilau kehijauan atau kebiruan, serta sayap dan ekor berwarna abu-abu. Pada musim kawin sampai bertelur, burung ini mempunyai dua bulu putih hiasan yang memanjang dari belakang kepalanya hingga mencapai mantelnya. Burung muda mempunyai bulu coklat kusam dengan bintik-bintik putih yang mencolok, sangat mirip dengan anak burung kowak-malam merah (Nycticorax caledonicus).


Paruh agak panjang dan runcing, berwarna hitam. Iris mata merah (kuning pada hewan muda). Kaki kuning, yang berubah menjadi kemerahan bila musim berbiak.

Ekologi dan penyebaran


Sesuai namanya, kowak-malam abu bersifat nokturnal, aktif berburu mangsanya di malam hari. Pada siang hari burung ini beristirahat, bertengger sambil merumuk dalam kelompok, di dahan-dahan atau di sela dedaunan pohon yang rimbun. Biasanya tidak jauh dari air.

Petang hari burung-burung itu mulai beterbangan di sekitar tempatnya beristirahat, dan di waktu magrib berkelompok-kelompok terbang meninggalkan peristirahatannya menuju tempatnya masing-masing untuk mencari makanan. Kelompok burung itu terbang dalam gelap sambil mengeluarkan bunyi-bunyi panggilannya yang khas, yang terdengar sampai jauh. Pagi-pagi buta kelompok itu akan kembali, juga sambil berbunyi-bunyi saling memanggil.

Kowak-malam abu memangsa ikan, kodok, serangga air, ular kecil, bahkan juga tikus kecil dan cerurut. Burung ini memburu mangsanya di sekitar sungai dan aliran air, tambak, rawa, persawahan dan padang rumput.

Berbiak dalam koloni yang ramai, biasanya kowak membuat sarangnya di pohon-pohon di atas air. Sarangnya dianyam dari ranting-ranting kecil di bawah tajuk pohon yang rimbun dan tersembunyi. Perkembangbiakan koak malam memang cepat. Di dalam satu sarang, ada 3-4 telur berwarna biru kehijauan pucat, jarang gagal menetas. Padahal, setahun bisa sampai empat kali menetasnya. Tidak heran jika populasinya yang semula sedikit, lama-lama mendominasi.

Burung ini menyebar luas hampir di seluruh dunia. Di Indonesia, kowak-malam abu dijumpai terutama di Indonesia barat (Sumatra, Borneo, Jawa, Bali), Sulawesi dan Flores .

 

Kowak di Kebun Binatan Surabaya (KBS)

Mula-mula keberadaan burung ini ini tidak mengganggu karena jumlahnya sedikit. Tetapi makin lama jumlahnya makin banyak dan berkembang biak. Mereka membuat sarang di dahan-dahan yang tinggi. Mereka juga jenis yang dominan, artinya saat suatu lokasi telah mereka kuasai maka jenis lain hampir bisa dikatakan tidak ada di tempat tersebut, mereka predator bagi telur-telur dari jenis burung lain. Hal ini menyebabkan perkembangan jumlah mereka di lokasi KBS makin cepat. Sekarang jumlah mereka sudah mencapai ratusan atau bahkan mungkin telah sampai ke angka ribuan.

Nah, di sini masalahnya, burung-burun ini sering menjatuhkan ‘bom’ dari atas pohon. Orang-orang dan kendaraan yang lewat di bawahnya terkena ‘bom’ yang berwarna putih ini. Sedang asik jalan dengan santai di areal wisata utama di Kota Surabaya ini, tiba-tiba dari atas kejatuhan kotoran burung koak. Sudah banyak terdengar omelan orang-orang yang bajunya kena kotoran burung. 

Petugas KSDA Jatim (khususnya Polhut) yang pada beberapa bulan terkhir ini bertugas di tempat tersebut juga tidak luput dari hal tersebut, beberapa kali kejatuhan ‘bom’ burung koak. Sepatu kena, celana kena, baju pun kena. Anehnya, kotoran burung koak ini begitu lengketnya sehingga jika sudah kering susah dibersihkan meskipun beberapa kali dicuci.  Seorang teman memberi tips jika berjalan melintas di areal KBS yang dihuni Kowak, jangan jalan pelan-pelan untuk meminimalisir dari kejatuhan ‘bom’ burung koak.

 

Kotoran burung koak juga membuat beberapa pohon di KBS meranggas. Kotoran burung ini tampaknya menjadi racun bagi pohon-pohon itu, karena memang kotoran burung pemakan daging mengandung zat amoniak yang bisa merusak daun dan ranting yang terkena kotoran itu. Selain itu, dahan-dahan pohon yang masih muda rusak diinjak burung koak yang badannya relatif besar (sebesar bebek muda). Tidak itu saja, sebagian jalan di KBS pun menjadi putih seperti dicat karena seringnya kejatuhan kotoran putih ini.





 

 

 

 

 

Pohon yang meranggas dan dipenuhi sarang Burung Kowak

 

Selain Kowak Abu, KBS juga dihuni oleh jenis Kowak Merah / Rufous Night – Heron (Nycticorax caledonicus). Burung ini punya Tubuh berukuran sedang (59 cm), Kepala besar, Bulu merah coklat, Dewasa: Mahkota hitam. Dua bulu putih tipis panjang terjuntai dari tengkuk, Tubuh bagian atas coklat berangan gelap, Tubuh bagian bawah merah kuning tua. Remaja: Coklat, Bercoret tebal dan berbintik-bintik, Sapuan merah jambu pada ekor dan sayap, Iris kuning, paruh atas hitam, paruh bawah kekuningan, kaki kehijauan


Bersifat nokturnal, beistirahat di pohon pada siang hari. Keluar pada senja hari, terbang perlahan.

Makanan: ikan, katak, serangga air.

Bersarang dalam koloni, kadang bersama Kowak-malam abu. Sarang dari ranting bentuk cekungan pada pohon tinggi diatas air. Telur berwarna biru hijau pucat, jumlah 2-4 butir. Berbiak bulan Februari, Maret, Juni.

Burung ini merupakan salah satu jenis burung yang dilindungi UU di Indonesia.

Sudah banyak cara yang diusulkan orang untuk menangani burung ini dari kawasan KBS. Ada yang mencoba menembaknya, tetapi cara ini dianggap sadis dan bisa menuai protes dari kalangan tertentu. Ada yang mengusulkan pakai bunyi-bunyian supaya burung ini lari (apa mempan tuh?), alat ini dibuat dari bahan kaleng besar untuk mengahsilkan suara gaduh yang diharapkan mampu menakuti mereka, tapi kelamaan mereka nyatanya tidak takut .

Cara lama yang juga pernah dicoba untuk mengendalikan jumlah populasi Kowak Abu di KBS adalah dengan cara mengambil telur dan merusak sarang-sarang yang ada. Pengambilan dilakukan dari satu pohon ke pohon lainnya, tapi saking banyaknya pohon yang telah dihuni, maka di saat sampai pada giliran pohon yang terakhir (yang memakan waktu lebih dari satu minggu), maka pohon pertama yang dulu telah diambili telur dan dibersihkan dari sarang, ternyata sudah penuh kembali oleh sarang Kowak lengkap dengan telur di dalamnya.


Cara lain lagi adalah dengan menangkapi mereka dan merelokasi ke tempat lain, dengan mempertimbangkan habitatnya. Cara ini memerlukan tenaga, sarana prasarana dan tentunya dana yang tidak sedikit.

Salah satu pohon di KBS yang dipasangi alat bunyi pengusir Kowak
 

Rabu, 05 Desember 2012

'Dosa’ Seorang Pendaki Gunung

 
 
1. Andil Mencemari Lingkungan Gunung

Melakukan berbagai bentuk pencemaran di gunung selama pendakian seperti membuang/menimbun sampah (tidak membawa turun sampah yang dibawanya), mengotori sumber mata air, dan atau membawa barang/zat yang mencemarkan bumi, air, dan udara dalam jangka lama.